Penulis : Irjen Pol (Purn) R.M. Haka Astana Mantika Widya, S.H., dkk
ISBN : Dalam proses
Cover : Soft Cover
Halaman : 688 Halaman
Berat : 686 gram
Ukuran : 14,8 x 21 cm
Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, yang menurut A. H. Nasution, Jasmerah adalah judul yang diberikan oleh Kesatuan Aksi kepada Presiden Soekarno, sebagai judul pidato Soekarno. Meski buku ini bukanlah buku sejarah, namun buku ini adalah perwujudan PMI DIY untuk tidak meninggalkan Sejarah Palang Merah Indonesia, baik PMI Pusat, PMI Jogjakarta, maupun PMI Kota dan kabupaten se-DIY.
Buku ini ditulis dengan menggunakan pendekatan sejarah, meski harus diakui bersama bahwa sejarah merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari peradaban manusia yang terus berkembang dan berevolusi. Sebagai makhluk yang hidupnya dinamis, manusia akan menciptakan sejarah dan kemudian bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa datang (Fandy: 2024). Hal yang sama terjadi pada perjalanan dan dinamika Palang Merah Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai organisasi yang dinamis, PMI DIY akan menciptakan sejarah dan kemudian akan bermanfaat bagi kehidupan di masa sekarang dan di masa mendatang.
Buku ini juga menelusuri dan memuat kebijakan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII yang – beliau berdua – bersikap dan bersepakat untuk menyatukan diri dalam satu kepemimpinan serta mendukung tegaknya NKRI dan memberikan support luar biasa terhadap keberadaan PMI. Dalam hal ini keduanya, Seri Padoeka Sri Soeltan Hamengkubuwono IX yang merupakan raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Seri Padoeka Pakoealam VIII yang merupakan adipati Kadipaten Pakualaman, menyatukan diri untuk mengambil sikap untuk menjadi bagian dari NKRI. Kebijakan dan sikap beliau berdua yang menyatukan diri serta memiliki kehendak yang sama dalam kehidupan bernegara, dalam Bahasa Jawa disebut dengan Dwi Tunggal Manunggal Rasa, Dwi Rasa Manunggal Karsa.
Di dalam buku ini, digunakan istilah PMI Tjabang Jogjakarta, PMI Tjabang Daerah Jogjakarta, PMI Daerah Istimewa Yogyakarta, serta PMI Kota Yogyakarta. Penggunaan istilah-istilah tersebut kami dasarkan pada referensi rujukan yang sesuai dengan penggunaan istilah pada zamannya. Penggunaan istilah tersebut juga tidak terlepas dari regulasi-regulasi yang ada pada masa yang sesuai.
Materi utama (bahan primer) yang dipergunakan dalam buku ini adalah materi dengan kategori prasasti (baik yang berupa buku buku, monument, dan sebagainya), kemudian didukung dengan materi lain yang berupa bahan prasasti semasa (sejaman), serta dilengkapi dengan bahan-bahan sekunder. Bahan-bahan penulisan buku yang merupakan serpihan-serpihan dari sumber-sumber yang berserakan tersebut, dirunut dan dianalisis aspek ke-“sejarahan”-nya bagi PMI, perannya dalam perjalanan PMI Jogjakarta, kemudian disusun menjadi buku ini dan kemudian dituangkan menjadi delapan bab.
Bab i. Menapaki perjalanan kepalangmerahan di indonesia; Bab ii. Tugas dan peran pmi yogyakarta; Bab iii. Perjuangan pmi yogyakarta dalam membantu mempertahankan NKRI; Bab iv. Perjalanan markas PMI Jogjakarta; Bab v. Peran Palang Merah Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perjuangan lahirnya undang undang kepalangmerahan; Bab vi. Kegiatan dan layanan PMI DIY; Bab vii liputan media tetang peran serta pmi yogyakarta dan testimoni; Bab viii. Penegakan regulasi. (Irjen Pol (Purn) Drs. R.M. Haka Astana Mantika Widya, S.H., dkk., Ketua Pelaksana Tugas PMI Kota Yogyakarta)